Kamis, 21 Januari 2010

Allergic Rhinitis

Alergi adalah keadaan hipersensitif yang didapat karena terpapar terhadap alergen tertentu, dan pada waktu dipaparkan kembali memperlihatkan peningkatan kemampuan bereaksi (Nuswantari, 1998). Allergic rhinitis melibatkan peradangan pada membran mukosa hidung. Pada individu yang sensitif, allergic rhinitis terjadi ketika menghirup materi alergen kontak dengan membran mukosa dan mengakibatkan respon spesifik yang dimediasi oleh immunoglobulin E. Respon akut ini menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dan ditandai dengan bersin, hidung gatal dan berair, seringkali dihubungkan dengan hidung tersumbat. Gatal pada tenggorokan, mata dan telinga juga sering terjadi pada allergic rhinitis (May and Smith, 2008).

Alergen dapat berasal dari dalam ruangan, seperti debu, bulu hewan, kecoak dan beberapa jenis jamur. Sedangkan allergic rhinitis yang terjadi secara menahun atau musiman dapat disebabkan oleh serbuk sari bunga atau spora jamur (May and Smith, 2008).

Reaksi alergi di hidung dimediasi oleh respon antigen-antibodi, di mana alergen berinteraksi dengan molekul IgE spesifik yang terikat dengan mast cell dan basofil di hidung. Pada orang yang alergi, sel-sel ini meningkat baik jumlah maupun reaktivitas. Sewaktu bernafas, alergen masuk ke hidung dan diproses oleh limfosit, yang memproduksi antigen IgE spesifik. IgE yang terikat di mast cell berinteraksi dengan alergen, memacu pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrine C4, D4, E4, prostaglandin D2, triptase dan kinin. Histamin menyebabkan rhinorrhea, gatal, bersin dan obstruksi, dengan obstruksi dapat diblok secara parsial dengan H1 atau H2 blocker. Obstruksi nasal juga disebabkan oleh kinin, prostaglandin dan leukotrin. Kinin juga dapat menyebabkan nyeri daripada gatal. Mediator inflamasi ini juga menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan produksi sekret nasal (May and Smith, 2008).

Pasien dengan allergic rhinitis biasanya mengeluhkan rhinorrhea, bersin, hidung tersumbat dan gatal pada mata, telinga, hidung atau langit-langit mulut (May and Smith, 2008).

Gejala allergic rhinitis yang tidak tertangani akan menyebabkan gangguan lain, seperti gangguan tidur, malaise kronis, dan performa saat kerja maupun belajar yang terganggu. Pasien juga merasakan berkurangnya penciuman atau pengecap. Anak-anak dengan allergic rhinitis beresiko besar terkena otitis media atau efusi telinga tengah kronis, karena obstruksi nasal, insuflasi sekret hidung ke telinga tengah lewat saluran eustasius dan tekanan negatif telinga tengah. Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan telinga tengah akan menghambat perkembangan berbahasa atau gangguan belajar pada anak (May and Smith, 2008).

Terapi Allergic Rhinitis

A. Menghindari Alergen

Menghindari alergen adalah metode langsung untuk mencegah allergic rhinitis. Pertumbuhan jamur dapat ditekan dengan mempertahankan kelembapan ruangan dibawah 50% dan membunuh jamur yang tumbuh dengan pemutih atau disinfektan. Pasien yang sensitif terhadap hewan peliharaan dapat mencegah timbulnya alergi dengan meletakkan hewan di luar ruangan. Debu, terutama di kamar tidur dapat dikurangi dengan melapisi kasur dan bantal dengan kain penutup yang rapat dan mencuci kain dengan air panas. Kontrol lingkungan terhadap alergen ini bisa menolong dalam mencegah rhinitis dan asma (May and Smith, 2008).

B. Terapi Farmakologi

1. Antihistamin

Antagonis reseptor Histamin(H1) berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktifkannya, mencegah ikatan dan aksi histamin. Secara umum, antihistamin dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu nonselektif dan periferal selektif. Antihistamin lebih efektif untuk mencegah aksi histamin daripada membalik aksi ketika histamin sudah berikatan dengan reseptor. Pembalikan dari gejala disebabkan oleh efek antikolinergik dari obat ini, yang menurunkan hipersekresi kelenjar nasal, saliva dan lacrimal. Antihistamin mengantagonis peningkatan permeabilitas kapiler dan gatal.

Tabel II.1. Antihistamin (May and Smith, 2008)

Pengobatan

Dosis dan Interaksi

Dewasa

Anak

Antihistamin Nonselektif

Chlorpheniramine maleat

4 mg tiap 6 jam

6-12 tahun : 2 mg tiap 6 jam

2-5 tahun: 1 mg tiap 6 jam

Chlorpheniramine maleat, sustained-release

8-12 mg perhari waktu tidur atau 8-12 mg tiap 8 jam

6-12 tahun: 8 mg waktu tidur

<6>

Clemastine fumarate

1,34 mg tiap 8 jam

6-12 tahun: 0,67 mg tiap 12 jam

Diphenhydramine hydrochloride

25 mg tiap 8 jam

5 mg/kg perhari dalam dosis terbagi tiap 8 jam (sampai 25 mg per dosis)

Antihistamin Selektif Perifer

Loratadine

10 mg sekali sehari

6-12 tahun: 10 mg sekali sehari

2-5 tahun: 5 mg sekali sehari

Fexolenadine

60 mg 2 kali sehari atau 180 mg sekali sehari

6-11 tahun: 30 mg 2 kali sehari

Cetirizine

5-10 mg sekali sehari

>6 tahun: 5 mg sekali sehari

Bayi 6-11 bulan: 0,25 mg/kg peroral

Levocetirizine

5 mg tiap malam

6-11 tahun: 2,5 mg tiap malam

2. Dekongestan

Topikal dan sistemik dekongestan adalah agen simpatomimetik yang beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung, menghasilkan vasokonstriksi. Dekongestan mengecilkan mukosa yang bengkak dan memperbaiki pernafasan. Jika kongesti hidung menjadi bagian dari gejala klinis, maka kombinasi dekongestan-antihistamin dapat bekerja dengan baik.

Tabel II.2 Oral Dekongestan (May and Smith, 2008)

Obat

Dosis dan Interval

Dewasa

Anak

Pseudoephedrine

60 mg tiap 4-6 jam

6-12 tahun: 30 mg tiap 4-6 jam

2-5 tahun: 15 mg tiap 4-6 jam

Pseudoephedrine, sustained-release

120 mg tiap 12 jam

Tidak disarankan

Phenylephrine

10-20 mg tiap 4 jam

6-12 tahun: 10 mg tiap 4 jam

2-6 tahun: 0,25% drop, 1 ml tiap 4 jam

Tabel II.3 Topikal Dekongestan (May and Smith, 2008)

Pengobatan

Durasi

Short acting

Phenylephrine hydrochloride

Sampai 4 jam

Intermediate acting

Naphazoline hydrochloride

Tetrahydrozoline hydrochloride

4-6 jam

Long acting

Oxymetazoline hydrochloride

Xylometazoline hydrochloride

Sampai 12 jam

3. Nasal Steroid

Nasal steroid adalah pilihan tepat untuk mengobati rhinitis tahunan dan musiman. Nasal steroid efektif dengan efek samping minimal. Berbagai mekanisme yang terjadi di mukosa hidung oleh nasal steroid : mengurangi inflamasi dengan mengurangi pelepasan mediator, menyebabkan vasokonstriksi sedang, dan menghambat reaksi yang dimediasi oleh sel mast. Topikal steroid tidak boleh digunakan pada pasien dengan nasal septum ulcer atau pembedahan nasal atau trauma.

Tabel II.4 Nasal Steroid (May and Smith, 2008)

Obat

Dosis dan Interval

Beclomethasone dipropionate, monohydrate

> 12 tahun: 1-2 hirupan (42-84 mcg) 2 kali ehari tiap lubang hidung

6-12 tahu: 1 hirupan tiap lubang hidung (42 mcg) 2 kali sehari untuk permulaan

Budesonide

> 6 tahun: 2 semprotan (64 mcg) tiap lubang hidung pagi dan malam atau 4 semprotan tiap lubang hidung pagi hari (maksimal: 256 mcg)

Flunisolide

Dewasa: 2 semprotan (50 mcg) tiap lubang hidung 2 kali sehari (maksimal: 400 mcg)

Anak: 1 semprotan per lubang hdung 3 kali sehari

Fluticasone

Dewasa: 2 semprotan (100 mcg) tiap lubang hidung sekali sehari, setelah beberapa hari turunkan menjadi 1 semprotan per lubang hidung

Anak >4 tahun dan remaja: 1 semprotan per lubang hdung sekali sehari (maksimal: 200 mcg/hari)

Mometasone furoate

> 12 tahun: 2 semprotan (100 mcg) tiap lubang hidung sekali sehari

Triamcolone acetonide

> 12 tahun: 2 semprotan (110 mcg) tiap lubang hidung sekali sehari (maksimal: 440 mcg/hari)

4. Pengobatan Inhalan Lain

Cromolyn sodium dan Ipratropium bromida dapat digunakan pada terapi allergic rhinitis. Cromolyn sodium adalah mast cell stabilizer. Dosis pada anak usia 2 tahun sampai dewasa adalah satu semprot tiap lubang hidung tiga sampai empat kali sehari dengan interval 6-8 jam. Ipatropium adalah agen antikolinergik yang berperan sebagai antisekretori jika dipakai secara lokal. Ipatropium mengurangi rhinorrhea yang disebabkan oleh alergi atau bentuk lain rhinitis kronis. Larutan 0,03% diberikan dalam dua semprot dua sampai tiga kali sehari.

Sumber:

May, J.R., Smith, P.H., 2008. Allergic Rhinitis. In : Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M (Eds).Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th Ed, New York : The McGraw-hill Co., Inc., pp. 1565-75.

Nuswantari, D. (Ed), 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland , Edisi 25, Jakarta: EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar